Tugas yang Sia-sia

Pekerjaan sia sia guru negeri Indonesia. Salah satu pekerjaan guru negeri Indonesia yang melelahkan, menyibukkan, consuming waktu adalah membuat rapot siswa siswanya. Sayangnya menurut saya itu sia sia. Mengapa? 1.Rapot anak -anak sekolah negeri rata rata dibuat tidak jujur. Paling jelas adalah bagaimana bisa guru guru mengisi angka di ketrampilan?, padahal proses belajarnya tidak menggunakan aktivitas hanya mengerjakan soal soal yang itu merupakan angka pengetahuan. Jadi jelas isian di ketrampilan adalah isian 'ngawur' tanpa dukungan data proses. Belum lagi usaha sekolah 'menaikkan ' nilai anak anak agar di atas KKM. Kan malu kalau rata rata sekolah jelek? Saya tidak tahu bagi anak anak lain, tapi 3 tahun terakhir anak anak saya tahu ada penipuan dalam proses rapot an. 2. Rapot anak anak Indonesia dibuat secara robotik menggunakan software yang bahkan menstandarisasi deskripsi yang seharusnya ditulis secara kualitatif oleh gurunya masing masing. Kolom deskripsi mestinya dipakai guru untuk menggambarkan level area kemampuan anak secara detail, sehingga dapat menjadi feedback bagi anak anak, guru di kelas selanjutnya dan juga pastinya orangtua dalam melakukan kerjasama dampingan pada mereka. Harusnya disitulah 'sentuhan' seorang manusia bernama guru dibutuhkan. Tapi sayangnya saat ini, deskripsi kualitatif dikerjakan oleh robot, bukan manusia. Kata -kata di deskripsi sama pada setiap anak, yang membedakan hanyalah namanya dan keterangan Baik atau sangat baik. Menyedihkan😪. Menurut saya untuk apa ada kolom deskripsi jika pada akhirnya itu penyeragaman kata-kata yang dilakukan robot. 3. Proses penilaian pada rapot sangat tidak terbuka. Beberapa kali anak anak saya ingin menanyakan mengapa ada hasil dan keterangan yang sangat berbeda dengan self assessment mereka, guru -guru hanya menjawab dengan bicara konsep yang kalau saya dengarkan juga ngawur dan mengada -ada. Semestinya ketika rapotan seperti itu, guru, anak dan orangtua duduk bersama untuk berdiskusi dan tidak lupa dilengkapi komputer di meja yang dilengkapi data detail proses penilaian juga portofolio hasil karya anak dan juga rubrik rubrik yang dapat dilihat. 4. Rapot anak anak kita tidak pernah menggambarkan karakter positif yang unik anak anak kita, kalaupun ada itu basa basi saja karena yang menulis robot sofware 😔. Jadi saya haqul yakin proses pendidikan di sekolahnya tidak memfasilitasi tumbuhnya karakter. Di Indonesia, karakter masih hidden curriculum, mestinya adalah kurikulum utama yang ada di semua aktivitas termasuk pembelajaran, makanya penumbuhan karakter dalam pendidikan di Indonesia itu basa basi. Jadi sebenarnya menurut saya proses rapotan anak anak di Indonesia terutama sekolah negeri adalah salah satu aktivitas sia sia yang dikerjakan guru. Padahal kegiatan ini time consuming sekali bagi guru-guru. Ini diakibatkan oleh sistem dan paradigma pendidikan lama yang telah berkarat menyebabkan pekerjaan yang melelahkan ini sia sia. Sudah saatnya mindset guru berubah tentang assessment. Sudah saatnya negara menggeser paradigma sistem pendidikan dari standarisasi ke personalisasi, sehingga peran para guru (manusia ) dapat kembali optimal untuk memberikan feedback yang jujur sangatlah krusial. Dengan sistem yang didasari paradigma baru maka saya kira guru dan sekolah dapat mulai meninggalkan sofware tersebut dan kembali pada evidence based yang dikumpulkan melalui penilaian proses selama belajar. Agar kerja para guru yang melelahkan tak lagi sia-sia😔 karena terbayar dengan kompetensi dan karakter anak anak yang meningkat. Beruntung anak anak yang memiliki self assessment yang sangat bagus sehingga mereka tidak terpengaruh dengan 'nilai ' rapot mereka. Karena akan sangat berbahaya jika nilai dalam rapot membuat anak under achievement atau over achievement. Dan tugas negara memastikan hal itu terjadi. Menjadikan pendidikan juga memanusiakan para guru Indonesia. Semoga refleksi liburan ini bermanfaat bagi kita semua. Selamat datang liburan.

Komentar